Solopos.com, SOLO — Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 prevalensi perokok anak telah mencapai 9,1 persen. Usia rata-rata perokok pemula di Indonesia semakin muda dan jumlah perokok pemula naik 240 persen berdasarkan Riskesdas 2007-2018.
Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia dalam risetnya yang mengolah data Indonesian Family Life Survey (IFLS) menyebutkan, anak pada keluarga perokok berpotensi menjadi stunting baik dari berat badan maupun tinggi badan.
Promosi Nusantara Open 2023: Diinisiasi Prabowo, STY Hadir dan Hadiah yang Fantastis
Masalah perokok anak di Indonesia merupakan permasalahan serius yang membutuhkan intervensi mendalam untuk penanganannya. Apalagi masalah perokok anak di Indonesia mendapat perhatian serius dari kalangan internasional, terbukti dengan media-media asing yang menyebut Indonesia sebagai baby smoker country karena ada kejadian balita yang viral menjadi perokok.
Salah satu penyebab tingginya prevalensi perokok di kalangan remaja adalah keterpaparan iklan. Berdasarkan hasil survei Survei Global Penggunaan Rembakau pada Usia Dewasa atau Global Adult Tobacco Survey (GATS) yang dilaksanakan pada 2011 dan diulang pada tahun 2021 dengan melibatkan 9.156 responden telah terjadi penurunan signifikan dalam memperhatikan iklan, promosi, atau sponsor rokok, namun terjadi peningkatan keterpaparan iklan rokok di Internet.
Keterpapatan iklan rokok di Internet meningkat 10 kali lipat lebih dalam 10 tahun terakhir, yaitu dari 1,9% pada 2011 menjadi 21,4% pada 2021. Rokok dikalangan remaja terus dievaluasi agar prevalensi perokok remaja bisa diturunkan.
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
